Rabu, 20 Maret 2013

Ilmu Zaman Klasik Dengan Ilmu Zaman Moderen

ZAMAN KLASIK

Sistem pendidikan zaman klasik (dari lahirnya Islam hingga kolonialisme Eropa ke negara-negara muslim) memungkinkan sesorang yang menuntut ilmu menjadi seorang alim miltidisiplin; semakin tinggi dan lama dia belajar ilmu semakin luas dan dalam ilmunya.

pendidikan dimulai dengan belajar dan menghafal al-Quran dan Hadits di kuttab, kemudian belajar bahasa dan sastra, kemudian belajar fiqh, dilanjutkan dengan ushuluddin dan ilmu-ilmu lain; semakin tinggi level pendidikan semakin banyak bidang ilmu yang dipelajari seperti matematika, aritmatika, fisika, biologi, kedokteran, astronomi dan lain-lain.

maka tidak heran jika kita menemukan banyak seorang ulama pada zaman ini yang mengarang banyak buku dalam banyak bidang ilmu. Contoh al-Imam al-Ghazali, selain seorang faqih, juga seorang ushuli, theolog, filsuf, sufi, mufassir. Kita juga mendapati as-Suyuti sebagai seorang faqih, mufassir, ahli bahasa. Kita juga mendapati ibn Rusydi sebagai qadhi, faqih dan filsuf. Ibn Taimiyah sebagai faqih, theolog ushuli, mufassir, sufi. dan masih banyak ulama lain.

ZAMAN MODERN

Ditandai dengan zaman pencerahan Eropa, yang kemudian bangsa-bangsa Eropa mulai menjelajahi dan menjajahi dunia. Zaman ini juga tanda mulai melemahnya negeri-negeri muslim. Bahkan negeri-negeri muslim pun menjadi objek jajahan Eropa.

Efek dari formula "yang lemah mengikuti yang kuat" menyebabkan negeri-negeri muslim mengadopsi gaya Eropa; termasuk dalam sistem pendidikan; atas nama modernisasi. Maka, terjadilah apa yang dinamakan spesialisasi pendidikan; semakin lama dan tinggi level pendidikan semakin mengkhususkan atau spesial (baca: menyempitkan) ilmu.

Sistem ini memulai pendidikan dengan Sekolah Dasar hingga SMP dengan mempelajari banyak bidang ilmu sekaligus, bahasa, matematika, fisika, biologi, kimia, sejarah, ekonomi, geografi, fiqh, aqidah, quran, hadits akhlak dan lain-lain.

kemudian di tingkat SMA mulai ada penjurusan (spesialisasi) kelas. maka kita temukan ada kelas IPA, IPS, Bahasa, dan Agama. bahkan pada tingkat ini juga ada penjurusan yang lebih spesial lagi seperti SMK (kejuruan).

Kemudian di tingkat universitas lebih dispesialisasikan lagi, maka di fakultas MIPA ada jurusan matematika, jurusan fisika, kimia. Fakultas Ushuluddin ada jurusan Tafsir Aqidah. Fakultas Syari'ah ada jurusan perbandingan mazhab, ahwal syakhshiyyah, mu'amalah, jinayah.

Di tingkat S2 lebih spesial lagi. Jika S1nya di fakultas syari'ah, maka di S2-nya konsentrasi hanya ushul Fiqh, misalnya. di S3 nya desertasinya mengkaji hanya salah satu bab di ushul fiqh, misalnya redaksi perintah (amr) dan pengaruhnya terhadap pembentukan hukum fiqh.

jadi semakin tinggi level pendidikan semakin spesial (baca: sempit) bidang ilmunya.

"Semakin luas ilmu seseorang, semakin bijaksanalah dia."

Tentunya ada efek dari dua sistem pendidikan yang berbeda ini. Taruhlah dalam bidang karya-karya yang mereka hasilkan.

Dengan keluasan ilmu para ulama zaman klasik, buku-buku yang mereka tulispun menunjukkan kebijaksanaan mereka. Kita lihatlah dari judul buku-buku mereka. Kimiya as-Sa'adah (Kimia Kebahagiaan), Misykal-t al-Anwar (Lentera Cahaya), al-Mustashfa min 'ilm al-Ushul (Yang Terbersih dari Ushul Fiqih), Rawdhat an-Nadzir wa Jannat al-Munazhir (Taman Para peneliti dan Surga para Pengamat), Madarij as-Salikin (Level-level para peniti), Subul as-Salam (Jalan Keselamatan), Safinah an-Najah (Perahu Keselamatan), Kasyifat as-Saja (Penyingkap kegelapan), ar-Riyadh al-Badi'ah (Taman Indah), ats-Tsimar al-Yani'ah (Buah-buah Segar), Rawdhat ath-Thalibin (Taman Pelajar), Minhaj ath-Thullab (Titian pelajar), Iqazh al-Himam (Membangkitkan Keadaran), Bidayat al-Mujtahid (Langkah awal Mujtahid), Ruh al-Ma'ani (Ruh makna), al-Kasyaf (Penyingkap), Awdhah al-Masalik (Jalan Paling Terang), dan lain-lain.

Judul-judul tersebut begitu indah dan sastrawi. Padahal muatan dalam buku-buku tersebut sangatlah serius. Karena muatan-muatannya adalah ilmu-ilmu induk seperti Fiqh, Ushul Fiqh, Bahasa, Ushuluddin. Seolah-olah para ulama ingin mengatakan bahwa ilmu-ilmu tersebut meskipun serius, tetapi indah, nikmat dilahap, segar diteguk. Sehingga orang-orang tertarik untuk membaca,mendengarkan, membeli buku ilmu-ilmu tersebut tanpa terprovokasi.

"Semakin sempit ilmu seseorang, maka semakin sempit jangakauan pandangnya dan penilaiannya."

Orang demikian ketika menyampaikan entah dalam bentuk lisan atau tulisan, maka akan terkesan kaku. Sampai-sampai di judul bukunya pun terkesan kaku dan angker. Maka di zaman kita ini tak jarang kita temukan judul-judul buku demikian apalagi ditambah dengan motif marketable, dan provokatif seperti kata-kata "Membongkar Kebohongan buku...", "Kesesatan fulan", "Rapot Merah Fulan", "Bahaya fulan", "Bantahan terhadap fulan", "Pedang Terhunus di leher fulan", "Berdebat dengan fulan", "Kamus Celaan fulan", "Sejarah Berdarah Fulan", "Sejarah Hitam fulan", 'Best Seller", "Mega Best Seller" dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Welcome to My Blog

Daftar Isi

Blogger templates

Blog Archive

- Copyright © Perpustakaan Surga -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -