Artikel Hukum Mengadopsi Bendera di Dalam Islam ini diambil dari sub bab pembahasan yang ada didalam makalah “Bendera Nabi Saw Dari Dahulu Sampai Sekarang” karya Dr. ‘Abdullah bin Muhammad bin Sa’d al-Hujailiy (Dosen bersama pada kuliah Syari’ah; Jurusan Peradilan dan Politik Pemerintahan di Universitas Islamiyyah Madinah).
Berikut ini adalah sebagian hukum yang
menjelaskan tentang raayaat (jamak dari ar-rayah), a’laam (jamak dari
al-a’lam), dan alwiyah (jamak dari al-liwa) yang telah digali oleh para
ulama dari hadits – hadits yang bercerita tentang raayaat dan alwiyah.
Ibnu Hajar menyatakan[1]:
1. Disunnahkan membawa bendera di dalam peperangan.
2. Ar-Raayaat (panji-panji) tidak akan
diberikan kecuali atas ijin seorang Imam, sebab panji-panji adalah
tanda yang menunjukkan posisi seorang Imam. Bendera tidak akan dialihkan
kepada orang lain, kecuali atas perintahnya.
3. Bendera (liwa) harus selalu berada di dekat Amir, atau orang yang menggantikan posisinya di dalam peperangan.
4. Pendapat Ibnu Hajar ini diperkuat oleh
Imam al-‘Iraqiy dalam kitabnya, Tharh al-Tatsriib[2]. Beliau
menyatakan, “Disunahkan membawa bendera di dalam peperangan. Bendera ini
harus berada di tangan pemimpin pasukan, sebagaimana sabda Rasulullah
saw saat perang Mu’tah:
Bendera itu diambil oleh Zaid. Tidak lama kemudian ia syahid, selanjutnya bendera dipegang oleh Ja’far.
Rasulullah saw telah menetapkan, bahwa
orang yang memegang bendera adalah Amir. Selanjutnya, bendera itu bisa
diambil alih oleh Amir yang lainnya.”[3]
5. Tatkala menerangkan hadits yang
menuturkan tentang al-liwa (bendera besar) yang dibawa pada saat
perang Khaibar, Ibnu Hajar berkata, “Rasulullah saw telah menyerahkan
bendera besar itu kepada Abu Bakar, sekaligus mengangkatnya sebagai
Amir. Beliau juga menyerahkan bendera kepada ‘Umar, kemudian kepada ‘Ali
ra. Penyerahan bendera oleh Rasulullah saw kepada Ali ra tidaklah
menghapus penyerahan bendera yang telah diberikan kepada keduanya (Abu
Bakar dan Umar). Sebab, masing – masing telah diberi kewenangan secara
khusus untuk memegang bendera pada hari itu. Kewenangan untuk membawa
bendera itu akan berakhir dengan wafatnya beliau saw. Tidak ada satupun
Amir yang sempurna perintahnya, kecuali beliau saw. Namun demikian,
beliau saw telah menyerahkan segala urusan kepada siapa saja yang beliau
kehendaki”.[4]
6. Membawa bendera merupakan salah satu
tugas yang sangat mulia. Oleh karena itu, bendera tersebut harus dijaga
sampai mati. Imam ‘Ainiy dalam kitab ‘Umdat al-Qaariy berkata, “Rayah
(panji) tidak akan diserahkan kecali atas ijin dari Imam. Sebab,
penyerahan bendera merupakan kewenangan dan tugas dari Imam. Ia tidak
boleh dialihkan kepada pihak lain, kecuali atas perintah dari Imam.
Bukti yang menunjukkan bahwa membawa bendera termasuk sebuah tugas
kenegaraan adalah sabda Rasulullah saw:
Bawalah bendera itu.
Ini adalah nash yang menunjukkan bahwa membawa bendera termasuk bagian dari tugas kenegaraan.”[5]
7. Ibnu Qayyim berkata, “Pasukan
disunnahkan membawa bendera besar dan panji-panji. Warna liwa (bendera
besar) disunnahkan berwarna putih, sedangkan panji-panjinya boleh
berwarna hitam”.[6]
8. Imam Nawawiy dalam ar-Raudlah[7],
berkata, “Amir bertugas menyerahkan panji-panji kepada pasukan. Setiap
divisi pasukan membawa sebuah panji”.
9. Imam Sarkhasiy berkata, “Bendera kaum
Muslim (liwa) harusnya berwarna putih. Sedangkan panji-panjinya
(raayaat) berwarna hitam”.[8]
10. Imam Abu Yusuf berkata, “Rasulullah
saw biasa menyerahkan liwa (bendera besar) kepada pemimpin pasukan,
yang diikatkan di ujung tombaknya. Rasulullah saw telah menyerahkan liwa
kepada ‘Amru bin al-‘Ash dalam perang Dzatul Salasil. Setelah beliau
saw wafat, Abu Bakar ash-Shiddiq menyerahkan liwa kepada Khalid bin
Walid yang dipasang di ujung tombaknya”.[9]
===
Begitulah penjelasan para ulama mengenai Hukum Mengadopsi Bendera di Dalam Islam, dari penjelasan diatas tampak begitu pentingnya keberadaan bendera (al-liwa) dan panji – panji (ar-rayah) dalam Islam. Yang menjadi pertanyaan kita sekarang adalah bisakah kita (kaum muslimin) sekarang melaksanakan sunnah yang mulia ini? Siapakah Imam (Khalifah) yang akan menyerahkan liwa kepada Amir yang akan membebaskan negeri – negeri Islam yang sedang terjajah? Siapakah Amir yang akan menyerakan ar-rayah (panji – panji) kepada para pasukan yang akan berperang melawan tentara kafir yang telah menumpahkan darah kaum muslimin di Syam, Palestina, Rohingya, Pakistan, Iraq, Afganistan, dan lainnya? Maka sudah saatnya kaum muslimin bersungguh – sungguh memperjuangkan diterapkannya kembali Syariah Islam dan bingkai Khilafah, karena hanya inilah satu – satunya institusi yang mampu menerapkan Islam secara kaffah sesuai sunnah Nabi saw.
Catatan kaki:
[1] Fath al-Bariy: VI/127.
[2] Tharh at-Tatsrib: VII/221.
[3] Fath al-Bariy
[4] ibidem: VI/127.
[5] ‘Umdatul Qaariy: XII/47.
[6] Zaadul Ma’ad: III/667.
[7] Raudhatu ath-Thalibin wa ‘Umdatu al-Muftin:X/238.
[8] Syarh as-Sayir al-Kabir: I/72.
[9] Kitab al-Kharaj, hal. 193.
[2] Tharh at-Tatsrib: VII/221.
[3] Fath al-Bariy
[4] ibidem: VI/127.
[5] ‘Umdatul Qaariy: XII/47.
[6] Zaadul Ma’ad: III/667.
[7] Raudhatu ath-Thalibin wa ‘Umdatu al-Muftin:X/238.
[8] Syarh as-Sayir al-Kabir: I/72.
[9] Kitab al-Kharaj, hal. 193.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar